Problematika Tindak Pidana Pemilu Dalam Sistem Keadilan Electoral Indonesia

Dalam tata kelola pemilu menurut Moza parcedler ada tiga fase atau 3 level: fase pertama adalah rule making atau pembentukan peraturan pemilu, kedua rule application dan yang ketiga rule adjudication.

Sebagai sebuah siklus pemilu maka apa yang kita diskusikan dia akan terformulasi sebagai sebuah review dan usulan untuk melakukan rebound dan itu melahirkan strategi sehingga pemilu kita menjadi lebih kuat dan menjadi lebih berkualitas

Kalau kita berbicara mengenai penegakan hukum atas tindak pidana pemilu maka dia harus ditempatkan sebagai bagian dari upaya mewujudkan keadilan referal yang dirangkum oleh sebuah sistem keadilan pemilu atau electoral justice system. Istilah keadilan pemilu ini sebelum secara resmi dijadikan sebagai slogan dari Bawaslu bersama “rakyat awasi pemilu bersama Bawaslu tegakkan keadilan pemilu” nomenklatur keadilan pemilu mulai sering digunakan pasca 2010 dengan dirilisnya buku dari Internasional Idea panduan global pemilu dari International institute for demokrasi electoral assistance yang judulnya keadilan electoral atau elektoral justice.

Menurut international idea sistem keadilan pemilu sendiri mencakup cara dan mekanisme yang tersedia di suatu negara tertentu, komunitas lokal atau tingkat regional atau tingkat internasional untuk :

  • Menjamin bahwa setiap tindakan, prosedur dan keputusan terkait proses pemilu sesuai dengan kerangka hukum;
  • Melindungi atau memulihkan hak pilih; dan
  • Memungkinkan warga yang meyakini bahwa hak pilih mereka telah dilanggar untuk mengajukan pengaduan, mengikuti persidangan dan mendapat putusan.

(electoral justice, International IDEA 2010)

Sistem keadilan pemilu dalam desain electoral justice Internasional IDEA dia mencakup baik tindakan pencegahan maupun metode formal dan informal dalam upaya menyelesaikan sengketa pemilu. Kalau standar internasional, segala masalah hukum pemilu itu disebut sebagai electoral dispute termasuk juga tindak pidana kalau di Indonesia kita membatasi elektrolit itu hanya sengketa proses atau sengketa hasil.

Dalam keadilan pemilu ada tiga pilar yang membentuk: pertama pencegahan, kedua sistem penyelesaian sengketa pemilu turunannya adalah kolektif dan punitif dan yang ketiga adalah penyelesaian sengketa pemilu alternatif ini bersifat informal.

Berdasarkan pembelajaran dan studi mengenai kepemiluan dengan negara lain maka tidak ada pemilu yang sempurna dan ideal. bahkan negara demokrasi besar seperti Amerika serikat pun pemilunya memiliki polaritas yang sangat luar biasa dan bahkan ada suara-suara ketidakpercayaan pada model pemilihan yang mereka lakukan termasuk misalnya melalui model pemungutan suara kantor pos. Maka yang perlu kita lakukan adalah terus memperbaiki penyelenggaraan pemilu agar bisa bekerja optimal memenuhi hak pilih dan hak untuk dipilih oleh warga negara.

Apabila disimpulkan sistem keadilan pemilu di Indonesia itu terbagi ke dalam dua jenis yaitu konstitusional dan kontekstual:

  1. Konstitusional artinya bahwa keadilan pemilu yang kita desain itu merupakan perwujudan dari pengaturan yang ada dalam undang-undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945 terutama ketika dia berbicara soal nilai asas prinsip penyelenggaraan pemilu
  2. kontekstual artinya koheren dengan desain sistem hukum, sistem politik dan sistem pemilu Indonesia. jadi sistem keadilan pemilu itu jangan meninggalkan sistem pemilu ada koherensi antara sistem hukum sistem politik dan sistem pemilu ketika kita mendesain sistem keadilan pemilu.

sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan standar penyelenggaraan pemilu universal maka yang dibutuhkan oleh Indonesia adalah sistem keadilan pemilu yang konstitusional dan kontekstual

Alasan konstitusionalitas pemilu yaitu demokrasi berdasarkan supremasi hukum. Di mana beberapa prinsip yang harus kita pedomani dari dasar hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia:

  1. Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar (pasal 2 ayat (2) UUD NRI tahun 1945). Oleh karena itu skema keadilan pemilu yang kita harus dorong adalah skema yang menjamin kemurnian suara pemilih tidak boleh ada distorsi terhadap kehendak pemilih yang melalui suara yang berikan disaat pemungutan suara di TPS.
  2. Negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Dasar UUD NRI Tahun 1945)
  3. Gubernur Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis (pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945).
  4. Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali (pasal 22E ayat (1) UU NRI Tahun 1945).
  5. Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri (pasal 22E ayat (5) UU NRI Tahun 1945).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *