JURNALJABAR.CO.ID, Bandung–Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat jumlah temuan kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) di Indonesia mencapai 269 orang per Rabu (26/10).
Ratusan kasus itu tersebar di 27 provinsi Indonesia. Sebanyak 157 pasien di antaranya atau sekitar 58 persen dinyatakan meninggal dunia.
“Pada tanggal 26 Oktober ada 269 kasus. Yang dirawat 73 kasus, 157 kasus di antaranya meninggal berarti 58 persen. Lalu yang sembuh 39 kasus,” kaya Juru Bicara Kementerian Kesehatan Syahril dalam konferensi pers, Kamis (27/10).
Artinya, ada penambahan 14 pasien baru dibandingkan dengan data 24 Oktober 2022. Berdasarkan sebaran data, DKI Jakarta masih menjadi provinsi tertinggi dengan temuan kasus dan kematian akibat gangguan ginjal akut.
Di Jakarta terdapat 57 kasus ginjal akut. Sementara di Jawa Barat tercatat 38 kasus dan Aceh sebanyak 30 kasus.
“Di Jakarta yang meninggal ada 27 kasus, Jabar 19 kasus, dan Aceh 23 kasus,” kata dia.
Lebih lanjut, Syahril mengatakan ciri khas utama penderita gagal ginjal akut pada balita yakni gangguan buang air kecil. Mulai dari penurunan frekuensi buang air kecil hingga sama sekali tidak buang air kecil.
Ia juga mengatakan gejala awal penyakit ini muncul demam, lemas hingga nafsu makan yang turun dari balita.
“Yang sama sekali tak buang air kecil ini stadium tiga. Stadium berat,” kata dia.
Kemenkes mengimbau orang tua waspada dengan melakukan pemantauan jumlah dan warna urin yang pekat atau kecoklatan pada anak. Apabila urine berkurang atau berjumlah kurang dari 0,5ml/kgBB/jam dalam 6-12 jam atau tidak ada urine selama 6-8 jam, maka pasien harus segera dirujuk ke rumah sakit.
Kemenkes menyatakan, berdasarkan hasil biopsi terhadap jenazah pasien gangguan gagal ginjal akit, kerusakan pada ginjal disebabkan senyawa etilen glikol (EG). Senyawa ini diduga berasal dari obat sediaan cair atau sirop.