JURNALJABAR.CO.ID – Dunia saat ini tengah ditakuti dengan ambruknya keadaan perekonomian. Kondisi ekonomi global yang semakin bergejolak, ancaman resesi, inflasi yang tinggi, hingga pengetatan likuiditas semakin memojokkan ekonomi banyak negara menuju pelemahan.
Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani pun mengatakan penurunan proyeksi ekonomi terjadi di semua negara baik negara maju maupun negara berkembang.
Negara seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, China dan Zona Eropa diprediksi menjadi yang sulit terhindar dari resesi.
Bank Dunia meramal perekonomian global akan menyusut hingga 1,9% poin menjadi 0,5% pada 2023. Ini adalah proyeksi dalam skenario terburuk. Kemudian, pada 2024, ekonomi dunia akan kembali menurun 1% menjadi 2,0%.
Namun, menariknya Sri Mulyani juga mengungkapkan ada negara-negara yang terbilang cukup baik ekonominya dan kuat dari guncangan resesi. Indonesia, katanya, termasuk salah satunya.
“Emerging countries, seperti India, Indonesia dan Brazil, Meksiko relatif dalam situasi cukup baik,” kata Sri Mulyani, dikutip Sabtu (22/10/2022).
Dari data IMF, India diperkirakan akan tumbuh 6,8% tahun ini dan 6,1% tahun depan.
Sementara itu, IMF memperkirakan Indonesia tumbuh 5,3% tahun ini dan 5% pada 2023.
Meski begitu, negara-negara itu tetap berisiko terkena efek samping resesi dari negara-negara maju. Sri Mulyani juga turut mewaspadai kondisi eksternal meski Indonesia diprediksi masih tumbuh kisaran 5% pada 2022 dan 2023.
Risiko resesi disebabkan oleh kenaikan cost of fund dan potensi default di banyak negara yang sudah memiliki rasio utang sangat tinggi. Harga komoditas yang tinggi kemudian menyebabkan inflasi melonjak.
“Seberapa banyak negara masuk krisis default yang kemudian muncul juga dalam kondisi ekonomi? Ini kondisi makin rumit. Jadi global economy semakin kompleks” imbuhnya.
Lalu apakah benar indonesia bisa kebal resesi?
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berulang kali menjelaskan bahwa kondisi ekonomi global sedang tidak baik-baik saja. Hal ini tercermin dari adanya ancaman resesi ekonomi yang menjadi hantu menyeramkan bagi seluruh negara di dunia, tak terkecuali buat Indonesia.
Tidak hanya itu, inflasi yang tinggi, pengetatan likuiditas, hingga konflik geopolitik Ukraina dan Rusia membuat ekonomi dunia kian terjerumus dalam jurang kehancuran. Namun, Indonesia tampaknya harus sedikit lega karena IMF memperkirakan ekonomi Indonesia tetap tumbuh hingga 5,3% tahun ini dan 5% pada 2023.
Namun, apakah angka tersebut hanya prediksi semata? Beberapa data menunjukkan fakta yang berbalik atas prospek ekonomi Indonesia yang belakangan cukup bergantung pada ledakan harga komoditas utama, seperti batubara, minyak kelapa sawit, timah, nikel dan gas alam lainnya.
Apalagi, permintaan dunia yang juga turun akibat ketidakpastian yang disebut banyak pejabat pemerintah sebagai akibat dari the perfect storm membuat sejumlah lembaga internasional memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2023 berada pada kisaran 2,3%-2,9%. Turun dari estimasi tahun ini, di kisaran 2,8%-3,2%.
Penurunan harga dan permintaan komoditas dunia menjadi sinyal berbahaya bagi perekonomian Indonesia yang dapat membahayakan penerimaan negara yang selama ini cukup mengandalkan penerimaan dari sektor komoditas.
Harga batu bara, yang menjadi primadona sekarang misalnya, pada kontrak Newcastle sudah mulai melandai dari puncak tertingginya, US$458 pe ton pada awal September lalu. Per hari ini sudah turun nyaris 15% ke harga US$391.
Kemudian, prediksi Fitch Solutions harga batu bara juga turun mulai tahun depan, dari rerata estimasi tahun ini US$320 per ton, menjadi anljok ke US$280 pada 2023 dan US$250 pada 2024.
Tidak hanya itu, masa depan harga minyak sawit bahkan lebih buram. Berada dalam tren penurunan tajam dari level tertinggi sepanjang masa di atas 7.000 ringgit Malaysia per ton pada akhir April lalu, kini nyaris tinggal separuhnya MYR4.123 per ton.
Prediksi yang dimuat trending economics menunjukkan harganya akan terus melandai hingga akhir 2013 menjadi di kisaran MYR3.000. Demikian pula harga timah, perlahan menjauh dari level tertinggi US$50.000 per ton pada Maret tahun ini, terus menerus turun ke level di bawah US$20.000 per ton sekarang. Tren pelemahan ini diperkirakan juga akan terus berlanjut.
Sementara tembaga juga mengalami nasib yang sama. Harganya melorot dari level tertinggi, nyaris US$11.000 per ton pada Maret lalu kini nyungsep US$7.400-an per ton.
Adapun ini adalah jurus pengusaha RI agar kebal resesi.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani mengusulkan, Indonesia menghentikan atau mengurangi konsumsi gandum. Dengan demikian, katanya, bisa mendorong upaya penciptaan lapangan kerja baru di dalam negeri, yang akhirnya menolong RI kebal hadapi resesi.
Hariyadi mengatakan, berbagai skenario bisa dilakukan jika resesi terjadi. Yang utama, ujarnya, menjaga konsumsi rumah tangga tetap berjalan. Sebab, hingga 60% perekonomian Indonesia masih berasal dari konsumsi rumah tangga.
Di sisi lain, dia menambahkan, optimisme tetap harus dijaga.
“Kalau menurut pandangan kami, di samping memang harus menjaga harga dan sebagainya, penciptaan lapangan kerja juga harus diupayakan bersama. Pertanyaannya, gimana mau menciptakan lapangan kerja kalau kondisinya resesi? Kami berpikirnya bukan begitu,” kata Hariyadi, Kamis (6/10/2022).
“Penciptaan lapangan kerja ini kami prioritaskan pada sektor yang masih bisa ekspor. Misalnya, subtitusi impor,” tambahnya.
Karena itu, Hariyadi mengusulkan, agar Indonesia menghentikan atau mengurangi impor gandum. Dan mengganti produk berbasis gandum dengan bahan baku yang berasal dari dalam negeri. Misalnya, sagu.
“Misalnya, kita coba setop atau kurangi seminimal mungkin gandum. Bisa apa nggak? Ya bisa. Saya kemarin sudah coba makan mi dari bahan baku sagu. Bisa tuh. Yang dulu katanya kekenyalannya nggak tercapai. Kalau gandum ada glutennya. Justru, yang namanya sagu itu gliten free, lebih sehat,” kata Hariyadi.
“Sagu kita berlimpah. Kalau kita lakukan itu, akan ada penciptaan lapangan kerja baru. Juga susu masih 80% impor. Kalau bisa dikonversikan dari dalam negeri, bisa menciptakan lapangan kerja baru,” ujarnya.
Memacu penciptaan lapangan kerja baru lewat hilirisasi atau substitusi impor, kata dia, harus dilakukan. Untuk itu, penting menjaga agar iklim investasi kondusif.
“Jangan malah diganggu dengan regulasi yang kontraproduktif. Misalnya, mendorong investasi tapi perizinannya, OSS-nya, nggak selesai-selesai. Semua yang ada dalam kekuatan kita mendorong investasi baru harus diperlancar. Kalau ini bisa, Insyaallah kita bisa melewati resesi dengan baik,” kata Hariyadi.
Seperti diketahui, Indonesia termasuk sebagai negara pengimpor gandum dunia.
Departemen Pertanian AS (USDA) memproyeksikan, impor gandum Indonesia tahun 2022/2023 bakal naik jadi 11,5 juta ton dari tahun 2021/2022 yang diprediksi mencapai 11,2 juta ton. Gandum merupakan bahan baku tepung terigu yang bisa diolah jadi berbagai macam panganan, seperti mi, roti, biskuit, pasta, dan kudapan lainnya.
Konsumsi tepung terigu di Indonesia pada periode tahun 2020/2021 naik jadi 32 kg per kapit dibandingkan tahun 2019/2020 yang sekitar 31 kg per kapita.
Sementara, data BPS menunjukkan, konsumsi terigu per kapita per September tahun 2015-2019 adalah 0,16 kg, 0,17 kg, 0,20 kg, 0,21 kg, dan 0,20 kg.
Mi instan tercatat 4,07 bungkus, 3,81 bungkus, 3,63 bungkus, 3,76 bungkus, dan 3,47 bungkus ukuran 80 gram per bulan.
Sedangkan mi lain, mengkonsumsi 2,21 porsi, 2,17 pporsi, 2,48 porsi, 2,46 porsi, dan 2,48 porsi per bulan.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyinggung soal konsumsi gandum yang masih impor. Dia pun memerintahkan anak buahnya dan mengajak pengusaha memacu produksi sorgum di dalam negeri.
Yang diharapkan bisa mengatasi ketergantungan impor gandum, di mana berdasarkan data Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO), impor gandum berkisar 10-11 juta ton per tahun.
Di kuartal-I tahun 2022, pemasok utama gandum ke Indonesia adalah Australia sebanyak 1,09 juta ton (38,8%), Argentina pasok 754 ribuan ton (26,8%), Brasil pasok 483 ribuan ton (17,2%), Kanada sebanyak 280 ribuan ton (10%), dan India 102 ribuan ton (3,6%).
“Substitusi impor barang yang kita impor mau nggak mau harus dihentikan, supaya devisa kita nggak habis bayar impor. Yang kita masih impor itu gandum 11 juta ton. Di Indonesia nggak bisa tanam gandum, nggak bisa. Campurannya gandum, bisa campur kasava, sorgum,” kata Jokowi saat memberikan arahan kepada KADIN, Rabu (23/8/2022).
Apalagi yang bisa Indonesia lakukan agar tidak terancam resesi?
Ancaman resesi global 2023 kian nyata seiring dengan lonjakan inflasi dan kenaikan suku bunga acuan hingga berlanjutnya ketegangan geopolitik global.
Direktur Eksekutif CSIS, Yose Rizal Damuri menilai ketidakpastian global telah mengganggu proses pemulihan ekonomi imbas pandemi. Bagi Indonesia, windfall komoditas mampu menjadi penopang ekonomi menghadapi tekanan global meski tetap diperlukan antisipasi.
Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo meminta pemerintah fokus menjaga daya beli masyarakat dan menaikkan nilai tambah atau hilirisasi dari berbagai produk ekspor. Kedua saran ini diyakini dapat meredam dampak resesi global pada 2023.
“Ini dua hal yang harus dilakukan pemerintah untuk bisa mendorong perekonomian terus bisa tumbuh positif ketika ekonomi global sedang tidak menentu,” kata Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Apindo Ajib Hamdani, Rabu, 28 September 2022.
Menjaga daya beli masyarakat, menurut Ajib, dapat menjadi pelindung ekonomi Indonesia dalam jangka pendek dari dampak melemahnya perekonomian global. Sebab, konsumsi masyarakat merupakan penggerak utama perekonomian Indonesia.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), saat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2022 tumbuh 5,44 persen secara tahunan, konsumsi rumah tangga menjadi faktor pendorong utama dengan porsi mencapai 51,47 persen.
Baru diikuti investasi, ekspor, dan konsumsi pemerintah. “Menariknya pemerintah sudah memitigasi efek jangka pendek menurunnya daya beli masyarakat ini dengan paket program Bantuan Langsung Tunai (BLT) selama empat bulan ke depan, sejak kebijakan kenaikan harga BBM” kata Ajib. Untuk jangka panjang, Ajib menegaskan, harus ada konsistensi upaya menaikkan nilai tambah dan hilirisasi.
Pemerintah harus fokus dengan kegiatan ekonomi yang bisa mensubstitusi impor dan berorientasi pada ekspor yang sudah mempunyai nilai ekonomi tinggi.
“Pemerintah harus mengakselerasi program hilirisasi dan peningkatan nilai tambah atas setiap komoditas unggulan yang dipunyai oleh Indonesia” ujar Ajib.
Pemberian nilai tambah atas komoditas-komoditas unggulan, termasuk tambang, pertanian, dan perikanan, kata Aji, harus konsisten dilakukan sejak saat ini supaya memberikan nilai ekonomi terbaik dan memberikan daya ungkit maksimal dalam perekonomian nasional.
“Kebijakan pengetatan ekspor Crude Palm Oil (CPO), moratorium ekspor batubara, dan wacana penutupan ekspor mineral mentah pada 2023 adalah bagian dari program cerdas pemerintah untuk mendapat keuntungan ekonomi jangka panjang,” ujar Ajib. Ajib mengingatkan, perekonomian tidak akan bisa dibiarkan bergerak dengan bebas dan sendirinya.
Harus ada intervensi regulasi dari pemerintah agar perekonomian terus bergerak ke arah yang positif dan konsisten sesuai kepetingan bangsa. “Dengan sumber daya yang ada, dan konsistensi kebijakan dari pemerintah yang pro dengan pertumbuhan dan pemerataan, justru ekonomi Indonesia akan bertambah kuat ketika dunia dalam ancaman resesi ekonomi,” ucap Ajib