JURNALJABAR.CO.ID, Bandung–Khalid Mashaal terbaring lemah di ranjang rumah sakit militer karena racun di pembuluh darahnya mulai merusak sistem pernapasan. Dengan bantuan oksigen yang dipompa ke paru-parunya, dia setidaknya masih punya waktu bertahan hidup selama beberapa hari.
Sebuah obat antidot bisa menyelamatkan sang pemimpin Hamas itu.
Tapi satu-satunya orang yang bisa melakukannya adalah orang yang justru ingin membunuhnya: Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Seiring waktu berjalan melewati empat hari pada akhir September 1997 itu, kesadaran Mashaal mulai memudar.
Netanyahu menghadapi pilihan sulit.
Dikutip dari laman Time, Juli 2014, agen Mossad yang menyemprotkan racun ke telinga pemimpin Hamas itu di jalanan Kota Amman, Yordania ternyata tertangkap.
Raja Yordania Hussein berjanji akan mengadili agen Mossad itu jika Mashaal tewas.
Agen itu terancam dieksekusi jika dia terbuki bersalah. Presiden Amerika Serikat kala itu Bill Clinton yang mendapat tekanan dari dunia internasional atas upayanya menjadi penggagas kesepakatan perdamaian antara Israel dan dunia Arab, akhirnya turun tangan dengan meminta Netanyahu memberikan antidot bagi Mashaal.
Sang pemimpin Israel itu akhirnya terbang ke Amman untuk mengajukan permohonan maaf kepada Raja Yordania. Mashaal akhirnya selamat dan sejak itu dia dijuluki “sang sahid yang hidup”. Netanyahu telah menyelamatkan musuh yang ingin dibunuhnya.
Mossad atau Ha-Mossad le-Modiin ule-Tafkidim Meyuhadim adalah badan intelijen dinas rahasia Israel. Badan intelijen yang didirikan pada 1949 itu adalah salah satu badan intelijen yang diketahui kerap melakukan berbagai operasi intelijen di luar negara mereka.
Yang teranyar, Badan intelijen itu diketahui melakukan operasi intelijen mereka ketika sepuluh orang yang diyakini bekerja bagi Mossad ditangkap pihak berwajib Iran di Provinsi Azerbaijan Barat. Orang-orang itu pun didakwa Iran melakukan operasi intelijen.
Penangkapan atas agen-agen Mossad menunjukkan keaktifan mereka melakukan operasi intelijen pada negara-negara yang dianggap Israel sebagai musuh, seperti Iran atau negara-negara lain di wilayah Timur Tengah.
Ini juga menunjukkan kalau agen-agen Mossad aktif untuk “membungkam” pihak-pihak yang mengancam keamanan Israel.
Berbagai operasi intelijen pun diyakini dilakukan agen-agen Mossad. Dikutip dari berbagai sumber, Selasa (25/10), berikut operasi-operasi intelijen yang diketahui dilakukan agen-agen badan intelijen Mossad Israel.
Pembunuhan Fadi al-Batsh
Fadi al-Batsh adalah seorang warga Palestina yang tinggal di Malaysia. Al-Batsh adalah seorang yang memiliki keahlian dalam sistem tenaga dan penghematan energi. Berbagai makalah ilmiah yang diterbitkannya pun menjadikan dia sebagai salah satu cendekiawan asal Palestina.
Namun kehidupan al-Batsh berakhir pada 21 April 2018 lalu ketika dia dibunuh di Ibu Kota Malaysia, Kuala Lumpur. Al-Batsh dibunuh oleh orang-orang yang mengendarai sepeda motor ketika dia sedang dalam perjalanan untuk melakukan shalat subuh.
Pria berumur 35 tahun itu diyakini dibunuh oleh agen-agen Mossad yang beroperasi di Malaysia. Bagi Mossad dan Israel, al-Batsh sendiri adalah anggota penting organisasi politik Palestina, yaitu Hamas atau Harakat al-Muqawwamatul Islamiyyah.
Keberadaannya yang dianggap mengancam keamanan Israel mampu mendorong Mossad Israel untuk membunuh al-Batsh.
Sebelumnya al-Batsh telah lama dikejar oleh agen-agen Mossad Israel. Berbagai upaya identifikasi untuk mengetahui keberadaan al-Batsh pun dilakukan badan dinas rahasia itu, seperti melalui unit Caesarea, salah satu ranting dinas intelijen di dalam Mossad Israel.
Bahkan diketahui kalau unit paling mematikan di dalam Caesarea, yaitu Kidon adalah unit yang membunuh al-Batsh di Kuala Lumpur.
Pembunuhan Wadia Haddad
Wadia Haddad adalah seorang anggota dari salah satu organisasi politik Palestina, yaitu Front Rakyat untuk Pembebasan Palestina atau al-Jabhah al-Sha’biyyah li-Taḥrīr Filasṭīn. Selain sebagai anggota, Haddad turut berperan sebagai agen operatif bagi organisasi yang memperjuangkan kebebasan Palestina dari Israel itu.
Haddad sendiri juga dikenal sebagai tersangka pembajakan-pembajakan pesawat, salah satunya seperti pembajakan Air France pada 1976. Keberadaan Haddad pun turut mengancam bagi keamanan Israel. Badan intelijen Mossad Israel akhirnya berupaya untuk membunuh Haddad.
Haddad mengetahui kalau dirinya diincar oleh agen-agen intelijen Israel ketika banyak militan pejuang kemerdekaan Palestina dibunuh oleh pasukan Israel. Haddad pun bersembunyi di Ibu Kota Irak, Baghdad.
Namun ada satu kelemahan Haddad sepanjang persembunyiannya, yaitu dia menyukai coklat.
Pada 1997, coklat adalah makanan langka di Irak. Mengetahui kesenangan Haddad untuk memakan coklat, kesempatan ini dipakai agen-agen Mossad untuk membunuh Haddad.
Agen-agen Mossad Israel akhirnya memberikan berbagai coklat Belgia beracun kepada seorang warga Palestina yang dekat kepada Haddad. Selama enam bulan, Haddad memakan coklat-coklat beracun itu.
Akhirnya pada 1978, Haddad meninggal. Dia meninggal dengan menunjukkan gejala penyakit leukemia tanpa adanya tanda-tanda keracunan. Penggunaan racun pun semakin diminati oleh agen-agen Mossad Israel untuk membunuh target-target mereka.
Pembunuhan Ilmuwan Nuklir Iran
Teori yang mengatakan Israel membunuh ilmuwan nuklir ternama Iran pada November tahun lalu menggunakan “robot pembunuh” dikonfirmasi pejabat Amerika, Israel, dan Iran kepada New York Times.
Ilmuwan ternama Iran, Mohsen Fakhrizadeh dibunuh di timur ibu kota Teheran pada 27 November 2020 saat berkendara dengan istrinya dari villa tempat mereka berlibur di Laut Kaspia menuju rumah mereka di Absard.
Sebelumnya, pejabat Iran menyampaikan Fakhrizadeh meninggal di rumah sakit karena luka selama terjadi baku tembak antara ajudannya dengan “teroris bersenjata”. Kemudian, pihak berwenang mengubah pernyataannya dan mengatakan senapan mesin dioperasikan oleh “satelit jarak jauh” digunakan sebagai metode utama pembunuhan. Demikian dikutip dari Al Arabiya, September tahun lalu.
“Senapan mesin yang dikendalikan dari jarak jauh sekarang bergabung dengan drone tempur di gudang senjata berteknologi tinggi untuk pembunuhan yang ditargetkan dari jarak jauh. Tapi tidak seperti drone, senapan mesin robotik tidak menarik perhatian di langit, di mana drone dapat ditembak jatuh, dan dapat ditempatkan di mana saja, kualitas yang kemungkinan akan membentuk kembali dunia keamanan dan spionase,” tulis New York Times dalam laporannya.
Pejabat intelijen yang diwawancara New York Times mengatakan agen mata-mata Iran yang bekerja untuk Mossad Israel memarkir truk pickup Nissan Zamyad biru di pinggir jalan yang menghubungkan Absard ke jalan tol utama.
Tersembunyi di bawah terpal dan bahan konstruksi umpan di bak truk I dalam bak truk adalah senapan mesin penembak jitu 7,62 mm. Pistol itu kemudian digunakan untuk membunuh Fakhrizadeh dari jarak jauh dari penembak jitu sejauh 1.000 mil atau sekitar 1.609 kilometer.