JURNALJABAR.CO.ID, Bandung–Amerika Serikat (AS) berencana untuk menempatkan enam pesawat pengebom nuklir B-52 di salah satu pangkalan udara milik Australia. Pesawat itu akan ditempatkan sekitar 300 kilometer dari selatan Kota Darwin, Ibu Kota Wilayah Utara Australia.
Penempatan enam pesawat pengebom nuklir itu pertama kali diberitakan secara luas melalui kantor berita Australian Broadcasting Corp (ABC) dalam program TV-nya, Four Corners programme.
Perdana Menteri (PM) Australia, Anthony Albanese mengungkap, Australia dan AS telah menjadi sekutu lama. Maka itu penempatan enam pesawat ini adalah bentuk kerja sama militer Australia dan AS.
“Ada kunjungan, tentu saja, ke Australia, termasuk di Darwin, yang memiliki Marinir AS, tentu saja, secara bergilir ditempatkan di sana,” jelas Albanese, dikutip dari South China Morning Post, Selasa (1/11).
Wilayah Utara Australia sendiri telah lama menjadi tempat kerja sama militer Australia dan AS. Ribuan marinir AS pun sering berada di wilayah itu untuk pelatihan dan latihan militer bersama.
AS sendiri telah menyusun rencana fasilitas operasi skuadron yang digunakan untuk pemeliharaan dan pusat penempatan pesawat-pesawat B-52 itu.
Penempatan pesawat-pesawat pengebom jarak jauh adalah usaha AS untuk mengirim sinyal kepada negara lain mengenai kemampuan serangan udaranya. Bahkan tahun lalu, AS dan Inggris membuat kerja sama keamanan yang dapat memberikan Australia teknologi kapal selam bertenaga nuklir.
Becca Wasser, rekan senior di Center for a New American Security menjelaskan kalau penempatan pesawat B-52 yang jaraknya dapat mencapai daratan China akan menjadi peringatan bagi Beijing. China pun dapat menganggap penempatan enam pesawat ini adalah ancaman bagi keamanannya.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian menyatakan, kerja sama pertahanan dan keamanan yang dilakukan negara-negara lain seharusnya tidak menargetkan pihak ketiga atau merugikan kepentingan pihak ketiga.
“Perilaku AS yang relevan telah meningkatkan ketegangan regional, secara serius merusak perdamaian dan stabilitas regional, dan dapat memicu perlombaan senjata di kawasan itu,” jelas Zhao.
“China mendesak pihak-pihak terkait untuk meninggalkan Perang Dingin yang sudah ketinggalan zaman dan melakukan sesuatu yang kondusif bagi perdamaian dan stabilitas regional serta meningkatkan rasa saling percaya antar negara,” tambahnya.